Susunan Acara Midodareni Yang Sangat Unik Bagi Pengantin Jawa

Susunan Acara Midodareni Yang Sangat Unik Bagi Pengantin Jawa
Susunan Acara Midodareni Yang Sangat Unik Bagi Pengantin Jawa
Susunan Acara Midodareni Yang Sangat Unik Bagi Pengantin Jawa

Susunan Acara Midodareni Yang Merupakan Rangkaian Adat Tradisi Pernikahan Jawa Berikut Ini Sangat Unik Dan Kaya Akan Budaya. Indonesia memiliki kekayaan budaya dan adat yang beragam, termasuk dalam tradisi pernikahan. Salah satu tradisi yang di kenal di pulau Jawa adalah Midodareni yang merupakan bagian dari upacara adat Jawa sebelum pernikahan di Jawa Tengah. Tradisi ini sering di sebut juga sebagai malam ‘pangarip-arip’, yang menandakan malam terakhir sebelum kedua mempelai meninggalkan masa lajang mereka.

Tentunya setiap tradisi suatu budaya memiliki tahapan yang beragam dalam persiapan menuju pernikahan. Dalam adat pernikahan Jawa, midodareni adalah malam yang sangat sakral sebelum puncak acara pernikahan. Pada malam midodareni, calon mempelai lelaki datang ke rumah calon pengantin wanita untuk membawa serah-serahan atau hantaran. Prosesi ini juga menjadi momen di mana kedua keluarga besar dari pasangan calon mempelai dapat saling berkenalan dengan lebih dekat dan intim.

Namun, dalam tradisi ini, calon pengantin pria tidak di perbolehkan melihat calon pengantin wanita. Calon pengantin wanita harus di pingit atau ‘bersembunyi’ di dalam kamarnya hingga hari pernikahan tiba. Malam midodareni juga di isi dengan beberapa upacara sakral yang di jalani dalam satu malam. Susunan acara dalam midodareni juga meliputi berbagai ritual yang memiliki makna mendalam dalam budaya Jawa.

Tradisi midodareni ini menggambarkan betapa pentingnya adat istiadat dalam proses menuju pernikahan di Jawa Tengah. Tidak hanya sebagai persiapan fisik, tetapi juga sebagai persiapan spiritual dan emosional bagi kedua mempelai dan keluarga mereka. Dengan adanya midodareni, kedua keluarga besar memiliki kesempatan untuk saling mengenal lebih dalam, membangun hubungan yang harmonis, dan memohon berkah untuk pernikahan yang akan di selenggarakan. Secara keseluruhan, malam midodareni merupakan salah satu tahapan penting dalam pernikahan adat Jawa yang menunjukkan kekayaan budaya dan tradisi yang di miliki Indonesia.

Susunan Acara Midodareni Yang Kaya Akan Budaya

Berikut merupakan Susunan Acara Midodareni Yang Kaya Akan Budaya sebagai tradisi pernikahan adat Jawa.

1. Jonggolan

Tahap pertama dalam rangkaian acara pernikahan ini lebih di kenal dengan sebutan ‘malam seserahan’ yang di sebut dengan Jonggolan. Pada malam ini, calon mempelai lelaki bersama keluarganya mendatangi rumah calon pengantin wanita untuk bertemu dengan orang tuanya. Maksud utama dari malam ini yaitu untuk memperlihatkan bahwa calon mempelai pria sedang dalam kondisi sehat dan siap secara hati untuk menikahi anak perempuan mereka.

Calon pengantin pria biasanya datang dengan di temani oleh perwakilan keluarga besar dan membawa berbagai seserahan. Seserahan ini biasanya akan berupa bingkisan. Isi dari seserahan tersebut juga beragam, termasuk pakaian, peralatan mandi, tas, buah-buahan, alat makeup atau kosmetik, serta makanan tradisional atau jajanan. Dalam tradisi Jawa, jumlah seserahan yang di berikan harus ganjil. Seserahan ini kemudian akan di serahkan oleh perwakilan keluarga pria kepada keluarga wanita untuk di simpan di kamar pengantin. Pada saat ini, calon mempelai pria tidak di perbolehkan bertemu dengan calon pengantin perempuan. Hal ini di karenakan calon pengantin wanita sedang berdiam diri di dalam kamar atau di ‘pingit.

2. Tantingan

Langkah selanjutnya dalam rangkaian acara midodareni adalah malam Tantingan. Malam ini merupakan kelanjutan dari proses sebelumnya di mana calon pengantin pria telah datang untuk meminta restu. Pada malam Tantingan, pihak keluarga perempuan akan menolak atau menerima keteguhan hati calon mempelai lelaki. Selama acara midodareni, calon pengantin perempuan tidak boleh meninggalkan ruangan selama masa pingitan dan harus menetap di ruangan. Oleh karena itu, kedua orang tuanya akan mendatangi calon pengantin wanita untuk memastikan kembali keseriusannya dan keteguhan hatinya untuk menerima lamaran calon pengantin pria. Setelah pertanyaan ini di ajukan, calon pengantin perempuan akan menyatakan kesediaannya dengan ikhlas dan menyerahkan sepenuhnya keputusan ini kepada orang tuanya. Malam Tantingan ini merupakan momen penting untuk mengonfirmasi keseriusan dan kesiapan calon pengantin wanita dalam menjalani pernikahan.

3. Kembar Mayang

Pada malam midodareni dalam tradisi pernikahan Jawa, terdapat sebuah elemen yang di sebut Kembar Mayang. Kembar Mayang adalah hiasan dekoratif simbolis yang tingginya hampir seukuran tubuh manusia. Di upacara pernikahan budaya Jawa, hiasan ini di bawa oleh seorang wanita atau prima dan di temani dengan sepasang cengkir gading yang di bawa oleh dua gadis. Menurut studi Humanistika, Kembar Mayang di anggap sebagai milik para dewa dan menjadi salah satu persyaratan dalam prosesi pernikahan. Kembar Mayang berfungsi sebagai sarana bagi calon pengantin perempuan untuk memulai kehidupan rumah tangga.

Dalam kepercayaan Jawa, Kembar Mayang di anggap hanya di pinjam dari para dewa. Oleh karena itu setelah upacara selesai, hiasan ini harus di kembalikan ke bumi atau di labuhkan melalui air. Terdapat dua jenis Kembar Mayang yang di gunakan dalam upacara ini, yaitu Dewandaru dan Kalpandaru. Dewandaru memiliki makna wahyu pengayoman, yang berarti calon pengantin pria di harapkan dapat memberikan perlindungan lahir batin kepada keluarganya. Sementara itu, Kalpandaru terdiri dari kata ‘kalpa’ yang berarti langgeng dan ‘daru’ yang berarti wahyu. Maknanya adalah agar kehidupan rumah tangga pasangan pengantin tersebut dapat bertahan selamanya.

4. Catur Wedha

Tahap selanjutnya dalam prosesi Midodareni adalah penyerahan Catur Wedha. Catur Wedha merupakan wejangan atau nasehat yang di berikan oleh ayah calon mempelai wanita kepada calon mempelai laki-laki. Berdasarkan Majalah Kelasa, wejangan ini mencakup empat aspek penting yaitu Hangayomi, Hangayani, Hangayemi dan Hanganthi. Hangayomi berarti calon pengantin pria di nasihati untuk melindungi dan mengayomi istrinya dengan sepenuh hati sebagaimana orang tua tanpa pamrih melindungi anaknya. Kemudian Hangayani yang berarti calon pengantin pria juga di nasihati untuk memenuhi segala kebutuhan istrinya. Hal ini juga berarti keberlangsungan rumah tangga sangat bergantung pada kemampuan kepala keluarga dalam menyejahterakan istri. Lalu Hangayemi yang bermakna kenyamanan dalam hubungan adalah kunci untuk mempertahankan cinta yang abadi antara pasangan. Sementara Hanganthi berarti calon pengantin pria harus mampu menjadi pemimpin dalam keluarganya untuk mengarahkan perjalanan hidup bersama istri dan anak-anaknya.

Seperti namanya, Catur Wedha terdiri dari empat pedoman hidup yang di harapkan dapat menjadi bekal berharga bagi kedua calon pengantin dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Wejangan ini mengandung makna bahwa dalam menjalani pernikahan, selalu ada pedoman yang perlu di ikuti untuk menjaga keharmonisan dan keberlangsungan rumah tangga kedepannya.

5. Wilujeng Majemukan

Setelah prosesi Catur Wedha selesai, malam Midodareni di akhiri dengan acara Wilujeng Majemukan. Pada tahap ini, dua keluarga calon mempelai melakukan pertemuan untuk menjalin silaturahmi dan merelakan anak-anak mereka untuk membangun rumah tangga bersama. Dalam acara ini, keluarga calon mempelai wanita menyerahkan barang-barang seserahan yang telah di bawa oleh keluarga calon mempelai pria. Barang-barang tersebut biasanya berupa pakaian dan perlengkapan lainnya. Selain itu, keluarga calon pengantin perempuan juga menyerahkan sebuah keris atau pusaka kepada calon pengantin pria. Penyerahan keris ini melambangkan harapan agar calon pengantin pria dapat memberikan perlindungan bagi keluarganya di masa depan.

Itu dia beberapa Susunan Acara Midodareni yang sangat kaya akan budaya dan penuh makna. Kekayaan budaya Jawa terlihat dengan jelas di setiap Susunan Acara Midodareni.