Hasto Kristiyanto
Hasto Kristiyanto Tulis 5 Buku Selama Di Tahan Di Rutan KPK

Hasto Kristiyanto Tulis 5 Buku Selama Di Tahan Di Rutan KPK

Hasto Kristiyanto Tulis 5 Buku Selama Di Tahan Di Rutan KPK

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Hasto Kristiyanto
Hasto Kristiyanto Tulis 5 Buku Selama Di Tahan Di Rutan KPK

Hasto Kristiyanto Tulis 5 Buku Selama Di Tahan Di Rutan KPK Dan Hal Ini Tentunya Membentuk Sisi Produktif Di Balik Masa Penahanan. Selama menjalani masa penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, ternyata tetap produktif menulis. Dalam keterbatasan ruang gerak dan akses informasi, Hasto justru berhasil menyelesaikan penulisan lima buku. Aktivitas menulis ini menjadi caranya untuk tetap aktif secara intelektual dan menjaga semangat perjuangan. Menurut kuasa hukumnya, Hasto memanfaatkan waktunya dengan membaca, merenung, dan menyusun gagasan yang selama ini telah ia pikirkan sejak lama. Beberapa tema buku yang di tulis berkaitan dengan ideologi bangsa, peran intelektual dalam politik, sejarah perjuangan PDI Perjuangan, hingga pandangan pribadi tentang keadilan dan demokrasi.

Hasto Kristiyanto membawa banyak catatan dan referensi bacaan ke dalam rutan. Ia juga kerap mencatat pemikirannya dalam kertas-kertas kecil, yang kemudian di rangkai menjadi naskah utuh. Proses penulisan ini di lakukan secara manual, karena fasilitas teknologi sangat terbatas di dalam rutan. Namun, hal itu tidak menjadi penghalang. Menurut keterangan tim hukumnya, Hasto tetap disiplin menulis setiap hari, bahkan ketika harus berbagi ruang dengan tahanan lain dan menghadapi situasi yang tidak selalu kondusif. Buku-buku yang di tulis Hasto kabarnya tidak hanya berisi gagasan politik, tetapi juga refleksi pribadi atas kondisi sosial dan hukum di Indonesia.

Salah satu buku yang ia tulis disebut berjudul“Mata Hati Hasto: Catatan dari Balik Jeruji”, yang menggambarkan pandangannya tentang keadilan dan perlakuan hukum yang ia alami. Buku itu juga menjadi semacam catatan harian yang penuh dengan renungan dan kritik sosial. Aktivitas menulis ini mendapat perhatian dari berbagai kalangan, baik pendukung maupun pengkritiknya. Ada yang mengapresiasi karena melihatnya sebagai bentuk keteguhan intelektual, tapi ada juga yang menganggapnya sebagai langkah politis untuk menjaga citra.

Hasto Kristiyanto Menunjukkan Sisi Produktif

Di balik masa penahanannya di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hasto Kristiyanto Menunjukkan Sisi Produktif yang tak banyak di ketahui publik. Alih-alih larut dalam tekanan dan keterbatasan, Hasto justru memanfaatkan waktu tersebut untuk menulis. Ia berhasil menyelesaikan lima naskah buku selama masa penahanan, sebuah capaian yang cukup langka dalam kondisi seperti itu. Aktivitas menulis ini bukan hanya bentuk pelampiasan emosional, melainkan juga ekspresi intelektual yang menggambarkan refleksi dirinya terhadap berbagai dinamika sosial, politik, dan hukum di Indonesia. Dalam situasi serba terbatas, Hasto menunjukkan bahwa produktivitas tak selalu bergantung pada kenyamanan, tetapi lebih pada keteguhan pikiran dan disiplin pribadi.

Menurut tim kuasa hukumnya, Hasto membawa sejumlah buku bacaan dan catatan pribadi sejak awal di tahan. Ia juga terbiasa menulis secara manual di atas kertas, karena tidak memiliki akses terhadap perangkat elektronik. Setiap hari, Hasto meluangkan waktu untuk menulis, mencatat ide-ide, dan merangkainya menjadi tulisan panjang yang bernilai. Beberapa naskah yang ia hasilkan di laporkan membahas soal ideologi bangsa, dinamika politik nasional, serta pemikiran-pemikirannya mengenai demokrasi dan keadilan. Salah satu karya yang di sebut-sebut akan di terbitkan berjudul “Mata Hati Hasto”, yang memuat catatan reflektif tentang pengalamannya di dalam tahanan dan bagaimana ia melihat praktik hukum di Indonesia.

Sikap produktif ini menuai beragam tanggapan. Bagi sebagian orang, hal itu menunjukkan keteguhan mental Hasto sebagai figur politik yang tetap aktif meski dalam tekanan. Ada juga yang menilai, langkah tersebut sebagai cara Hasto mempertahankan eksistensi dan pengaruh politiknya. Namun yang jelas, menulis di balik jeruji menjadi simbol bahwa keterbatasan fisik tidak selalu membatasi kekuatan ide dan ekspresi pikiran.

Menulis Dengan Tangan

Di tengah proses hukum yang menjeratnya, Hasto Kristiyanto justru menunjukkan sikap produktif yang tidak biasa. Sebagai seorang politisi senior dan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto menghadapi tekanan publik dan hukum yang berat. Namun, alih-alih merespons dengan keluhan atau pasrah pada situasi, ia memilih untuk tetap aktif dan produktif selama berada di Rumah Tahanan KPK. Salah satu bentuk produktivitasnya yang paling menonjol adalah menulis lima buku dalam waktu relatif singkat. Langkah ini menunjukkan bahwa Hasto tidak membiarkan masa penahanan menjadi waktu yang sia-sia. Ia mengubah ruang sempit tahanan menjadi tempat refleksi, kontemplasi, dan kerja intelektual.

Menurut keterangan tim hukum dan rekan-rekan dekatnya, Hasto setiap hari menyempatkan diri untuk Menulis Dengan Tangan di atas kertas. Tanpa akses laptop atau internet, ia mengandalkan kekuatan ingatan, catatan lama, dan bahan bacaan yang ia bawa sejak awal. Ia menulis tentang berbagai topik, dari ideologi kebangsaan, sejarah partai, filosofi perjuangan politik, hingga refleksi pribadi atas dinamika demokrasi dan hukum di Indonesia. Bahkan, salah satu naskahnya di kabarkan menjadi semacam buku harian politik yang merekam berbagai kejadian dan perasaannya selama di tahan. Dalam kondisi apapun, ia tetap menjaga ritme pikirannya tetap tajam.

Tindakan ini di nilai sebagian kalangan sebagai cara Hasto menjaga pengaruhnya di ruang publik dan internal partai. Namun lebih dari itu, langkah tersebut menunjukkan bahwa produktivitas tidak bergantung. Pada tempat atau fasilitas, melainkan pada kemauan untuk terus berpikir dan berkarya. Di tengah tekanan hukum dan sorotan media, Hasto membuktikan bahwa dirinya tidak diam. Ia tetap mengolah gagasan, mencatat pemikiran, dan berkontribusi dalam wacana publik, walau dari balik jeruji.

Motif Ideologis

Penulisan lima buku oleh Hasto Kristiyanto selama masa penahanan di Rumah Tahanan KPK. Dapat di lihat bukan sekadar aktivitas intelektual pribadi, tetapi juga mengandung kemungkinan Motif Ideologis maupun politis yang lebih dalam. Sebagai Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto di kenal sebagai sosok yang sangat dekat dengan garis ideologi partai. Terutama ajaran Bung Karno yang selalu ia angkat dalam berbagai kesempatan. Maka, kegiatan menulis selama di tahanan bisa di pahami sebagai upaya untuk terus menyuarakan nilai-nilai ideologis tersebut. Meskipun sedang dalam tekanan hukum. Penulisan buku menjadi cara mempertahankan wacana ideologis partai di ruang publik. Sekaligus menunjukkan bahwa dirinya tetap berpegang pada prinsip perjuangan meski dalam situasi sulit.

Di sisi lain, tidak dapat di pungkiri bahwa ada kemungkinan motif politis dalam proses ini. Dalam dunia politik Indonesia, menjaga eksistensi dan citra diri di mata publik sangat penting. Terlebih bagi tokoh sekelas Hasto yang memegang peran strategis dalam partai besar. Dengan menulis buku, ia tidak hanya menunjukkan bahwa dirinya tetap aktif. Tetapi juga menciptakan narasi tandingan atas situasi yang tengah ia hadapi. Melalui tulisan-tulisannya, Hasto bisa menyampaikan pembelaan tidak langsung. Menyisipkan pesan kepada para pendukung, atau bahkan membentuk opini publik terhadap proses hukum yang sedang berlangsung. Buku menjadi alat komunikasi politik yang halus namun efektif, terlebih jika di baca oleh kader partai, akademisi, dan media.

Selain itu, penulisan buku di tengah kasus hukum juga bisa di lihat sebagai bagian dari strategi jangka panjang. Dalam politik, persepsi sangat menentukan, dan seorang tokoh yang tetap produktif akan di nilai lebih kuat, visioner, dan berprinsip. Inilah sisi positif yang di tunjukkan Hasto Kristiyanto.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait